Saya adalah seorang pelajar yang aktif di bidang dakwah dan komunikasi. Saya memiliki ketertarikan dengan media serta kepenulisan. Tidak hanya itu, saya juga menyukai kegiatan membaca. Bagi saya, membaca dan menulis adalah dua hal yang saling berkaitan dan menyenangkan.
Tabayyun di Era Digitalisasi: Senjata Ujung Jari untuk Melawan Disinformasi
9 jam lalu
***
***
Perkembangan teknologi digital telah secara drastis merubah interaksi sosial. Informasi saat ini dapat menyebar dengan cepat dan luas melalui berbagai saluran media sosial. Beragam media dan aplikasi untuk berkomunikasi semakin melimpah dan dapat diakses secara mudah oleh masyarakat.
Kini media sosial telah menjadi arena publik yang baru. Namun, sayangnya, banyak penggunanya tidak menyadari pentingnya tanggung jawab etika dalam penggunaan media. Banyak pengguna media sosial cenderung membagikan informasi tanpa memeriksa kebenarannya. Mereka hanya menilai berdasarkan kesesuaian dengan pandangannya sendiri. Padahal perilaku ini dapat menimbulkan konsekuensi serius, tidak hanya bagi individu, tapi juga berpengaruh pada struktur sosial hingga kerukunan antar umat beragama.
Di tengah dunia yang kini menghadapi krisis kebenaran, banyak informasi yang diproduksi dan disebarkan secara masif tanpa kontrol kualitas. Sepanjang tahun 2024 kemarin, Kementerian Komunikasi dan Digital telah mengidentifikasi serta mengklarifikasi sebanyak 1.923 konten hoaks, berita bohong dan informasi palsu. (Komdigi, 2025). Berkembangnya teknologi nyatanya telah membawa era digital yang menghadirkan sebuah revolusi besar dalam kehidupan manusia. Fenomena ini menjadikan masyarakat modern berada dalam kondisi yang disebut post-truth society, yaitu era di mana opini dan emosi lebih berpengaruh daripada data dan fakta. Tak cukup sampai di situ, algoritma media sosial juga turut menciptakan bias konfirmasi, sehingga terkadang masyarakat lebih mudah mempercayai informasi yang sejalan dengan keyakinannya tanpa mengecek kebenarannya.
Dari fenomena ini, penting untuk menyajikan pendekatan ilmu sosial yang tidak hanya bersifat deskriptif, tetapi juga normatif, dengan berlandaskan nilai-nilai moral dan spiritual untuk mendorong transformasi sosial menuju peradaban yang lebih baik.
Salah satu pendekatan yang relevan dengan hal ini adalah gagasan Ilmu Sosial Profetik (ISP) yang diperkenalkan oleh Kuntowijoyo. Dalam konteks etika penggunaan media sosial sendiri, salah satu nilai fundamental yang dapat dijadikan dasar adalah prinsip tabayyun, yang merupakan kewajiban untuk memeriksa kebenaran informasi sebelum mempercayainya atau menyebarluaskannya.
Tabayyun Sebagai Etika Verifikasi
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam tidak hanya berbicara mengenai aspek ibadah ritual, melainkan juga memberikan pedoman etis dalam kehidupan sosial, termasuk dalam hal komunikasi dan penyebaran informasi. (Bahri et al., 2025). Al-Qur’an menyediakan prinsip universal yang dapat dijadikan rujukan. Salah satu ayat yang sangat relevan dengan fenomena informasi di era digital yaitu QS. Al-Hujurat ayat 6 yang berbunyi:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita, maka telitilah (kebenarannya), agar kamu tidak menimpakan musibah.” (QS. Al- Hujurat : 6)
Ayat ini menegaskan prinsip tabayyun dengan menawarkan verifikasi informasi etika komunikasi, serta pencegahan dampak sosial negatif dari misinformasi. Ayat ini juga memberikan dasar epistemologis dan etis untuk mengatasi masalah disinformasi.
Dalam Islam, tabayyun merupakan proses memverifikasi dan meneliti informasi sebelum mempercayainya, terutama dari sumber yang tidak dapat dipercaya kebenarannya. (Husnia et al., 2025). Begitu juga dengan pendapat M. Quraish Shihab yang mengartikan tabayyun sebagai ketelitian dalam menerima berita untuk memastikan kebenarannya. (Husnia Amro et al., 2025). Penerapan Tabayyun di era modern ini menjadi sangat relevan dalam mengatasi maraknya hoaks dan misinformasi di media sosial.
Manifestasi Ilmu Sosial Profetik Dalam Bermedia Sosial
Kuntowijoyo adalah seorang tokoh pertama yang mencetuskan gagasan tentang ilmu sosial profetik di negara Indonesia. Tiga pilar utama dalam Ilmu sosial profetik : humanisasi (amar ma'ruf), liberasi (nahy munkar), dan transendensi (tu'minu billah). Humanisasi, menjadi salah satu pondasi dalam paradigma ilmu sosial profetik (ISP) yang berlandaskan dari ajaran islam yang berupa amar ma’ruf (menegakkan kebenaran). (Islamy, A., 2023). Humanisasi juga merujuk pada upaya untuk membangun manusia yang lebih manusiawi, yaitu manusia yang memahami nilai-nilai kemanusiaan dan menghargai martabat manusia lainnya.
Ketika seorang pengguna media sosial menerapkan tabayyun, ia secara praktis telah menerapkan humanisasi sebagai salah satu pilar dalam Ilmu Sosial Profetik, seperti contohnya tidak langsung menyebarkan berita buruk terhadap individu tertentu tanpa klarifikasi. Untuk itu, Langkah- Langkah yang dapat kita lakukan untuk menerapkan Tabayyun di antaranya adalah memastikan sumber informasi berasal dari sumber yang kredibel dan terpercaya. membandingkan informasi dengan sumber lain untuk memastikan keakuratannya. Selain itu, kita juga dapat mempertimbangkan dampak dari penyebaran informasi tersebut terhadap individu atau kelompok lainnya. Dengan menerapkan langkah-langkah ini, kita sebagai pengguna media sosial dapat berkontribusi dalam mencegah penyebaran informasi yang salah dan menjaga keharmonisan dalam masyarakat.
Edukasi mengenai pentingnya tabayyun sebagai etika verifikasi dalam bermedia sosial perlu diperkuat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan tanggung jawab mereka dalam menggunakan media sosial. Dalam ruang digital yang kian dibanjiri informasi dan kemungkinan berita palsu, prinsip tabayyun bukan sekadar menjadi pedoman moral, melainkan menjadi seruan etis dan sosial. Tabayyun mengajak kita untuk menunda reaksi, memverifikasi kebenaran, dan menghormati orang lain. Ketika prinsip ini dipahami dalam konteks ilmu sosial profetik, kita didorong untuk menjadikan interaksi di media sosial sebagai sarana dakwah, pelepasan dari kesesatan informasi, serta menjadi masyarakat yang lebih adil, sopan, dan beradab. Dari sinilah, verifikasi bukan sekadar tindakan pribadi, melainkan juga gerakan sosial dan spiritual yang berdampak luas. (Nasoha, 2023).

Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Baca Juga
Artikel Terpopuler